Nilai dan Faedah Lapar
Wahai pencari maqam posisi dekat dengan Allah ketahuilah faedah lapar adalah penyempurnaan jiwa (nafs) dan makrifah Allah swt.
Juga fadhailnya disebut dalam hadits begitu agung dan besar. Oleh karena
itu kita mencari sebab, hikmat dan falsafahnya.
Diriwayatkan dari Rasulullah saw, dimana beliau bersabda: ”Bukalah jiwa
kamu menuju mujahidah dengan perantara lapar dan haus, karena tindakan
ini sama dengan melaksanakan jihad dijalan Allah swt, sebagaimana tidak
ada amal yang lebih dicintai Allah swt selain dari lapar dan haus”.
Begitu juga dalam hadist lain bahwa: ”Dihari kiamat; posisi yang lebih
dekat pada Allah swt diantara kamu pada Allah swt adalah mereka yang
lebih banyak (menahan) lapar dan mereka yang banyak berfikir tantang
Allah swt”. Disabdakan pada Usamah: ”Kalau bisa, ketika malaikat maut
hendak mengambil nyawamu, (adalah)ketika perutmu lapar dan tenggorokanmu
haus, lakukanlah hal ini, karena perbuatan ini adalah posisi yang
paling mulia. Kedudukan yang dapat kamu dibayangkan, adalah dekatnya
posisi kamu dengan Rasul, para malaikat bersuka ria ketika ruh mu tiba
serta Allah swt mengucapkan salam dan salawat kepadamu”. Disabdakan
juga: ”Laparkan perutmu dan keringkan badanmu, semoga Allah swt akan
melihat hatimu”. Dalam hadists mi’raj Allah swt berfirman kepada
Rasulullah saw: ”Wahai Ahmad, apakah enkau mengetahui faedah dan hasil
dari puasa?”. Saya berkata:”Tidak wahai Ilahi”. Allah swt berfirman:
”Hasil dan faedah dari puasa adalah mengurangi makan dan bicara.
Kemudian Allah swt menjelaskan hasil dari pada diam para pemikir dengan
berfirman:”Diam mewariskan hikmat, dan hikmat mewaritskan ma’rifat, dan
ma’rifat mewaritskan yakin, karena hamba sampai pada tingkatan yakin,
tidak ada sisa lagi, untuknya tidak ada beda apakah kehidupannya susah
atau mudah?!. Ini adalah posisi shahib ridha. Bagi siapa yang beramal
mencapai ridha Saya, maka tiga hasil yang akan pasti didapatkannya. Akan
diajarkan kepadanya rasa syukur, sehingga tidak bercampur antara
kejahilan dan kebodohan, zikir dan ingat tanpa ada kelupaan, kasih dan
sayang akan diberikan kepadanya sehingga tidak akan didahulukan kasihnya
kepada makhluk melebihi cintanya kepada Allah swt karena Saya pemilik
cinta, dan Saya akan mencintainya. Ciptaan Saya akan menuju pada
kasihnya, mata dan hatinya selalu terpaku pada keagungan dan kemuliaan
DiriKu, padanya ilmu sehingga kesumat hamba tidak tersembunyi.
Pada kegelapan malam dan terangnya siang Kami akan bermunajat sehingga
hilang dan terputuslah bahaya makhluk yang ada bersamanya. Firman-Ku dan
ucapan para malaikat akan sampai pada telingnya. Kebenaran dan
rahasia-Ku yang tertutup atau tersembunyi dari semua makhluk akan jelas
dan terang baginya “.
Kemudian difirmankan:”Akal dan idrak-nya akan tenggelam dalam
pengetahuan marifat-Ku, dan Saya akan duduk di akalnya, kemudian
kematian, tekanan, panas dan ketakutan akan menjadi ringan dan mudah,
sehingga (dengan cepat dan selamat)akan masuk kedalam sorga. Ketika
malaikat maut turun kepadanya dan mengatakan:”Selamat padamu,
berbahagialah!. Tuhanpun rindu padamu!”. Sampai disitu disabdakan dan
kemudian Allah swt berfirman:”Ini adalah sorgaKu, tinggalah disitu, ini
adalah lingkunganKu, tenanglah (dan tetaplah)!. Maka ruh menjawab:”Wahai
Sembahanku?!. Engkau telah mengetahuia aku, maka saya denganMu tidak
memerlukan semua makhluk. Demi Keagungan dan KemuliaanMu aku bersumpah,
kalau Engkau hendak memotong-motongku, dan hidup diantara hamba-MU
dengan keadaan yang paling sengsara, dan tujuh puluh kali terbunuh, maka
kesenangan dan ridha Engkau akan lebih aku cintai”. Hingga disini
difirmankan, kemudian Allah swt berfirman:”Demi Kemuliaan dan
keagunganKu, Aku bersumpah, diantara Aku dan engkau tidak ada batasan
masapun yang akan menjadi hijap atau penutup, ketika engkau menghendaki
dan menginginkan datanglah kepadaKu, inilah apa yang Aku perbuat pada
kekasihKu”.
Pada riwayat ini telah ditunjukkan dengan jelas hikmat dan falsafah
lapar dan keutamaannya. Kalau kita ingin mengetahui lebih jauh dan jelas
tentang keutamaan dan faedah dari pada lapar dalam puasa ini, maka
lihatlah pada ulama akhlak yang akan membawakan riwayat yang ada. Karena
mereka akan menjelaskan tentang keutamaan besar dari lapar, diantaranya
adalah penyembuh hati, karena kenyang akan memperbanyak uap di otak,
jiwa akan lambat beraktivitas dalam berfikir dan menentukan, terjadinya
rasa berat sehingga akan membutakan hati. Dan rasa lapar adalah
lawannya, lapar akan mengobati hati dan kecepatannya, hati akan terus
beraktivitas berfikir yang berkelanjutan dengan makrifat, kemudian
selalu siap untuk menerima cahaya (Ilahi), sebagaimana diriwayatkan oleh
Rasulullah saw: ”Siapa yang membiarkan perutnya lapar, maka fikiran dan
pemahamannya akan membesar”. Begitu banyak lagi faedah dari lapar.
Rahasia Perjamuan Pesalik dengan Lapar
Rahasia Allah swt menentukan untuk menerima tamuNya adalah dengan lapar.
Karena itu adalah untuk nikmat yang lebih baik dan tinggi dari nikmat
makrifat, qurb- dekat- dan liqa’. Dan rasa lapar adalah paling dekatnya
sebab untuk itu.Puasa adalah jamuan Allah swt untuk hambaNya.
Bagi seorang pesalik dijalan Allah swt lapar dan puasa bukan sekedar
taklif, tapi adalah jamuan yang wajib disyukuri dan dilakukannya.
Keinginan Allah swt inilah yang perlu diketahui kedudukannya serta
mendalami nilai yang terdapat dari ayat panggilan Ilahi dari ayat
suciNya. Karena itu adalah panggilan dan undangan kepada kalian untuk
sampai pada ketempat pertemuan. Dari nikmatnya kebaikan dan kefahaman
dari hikmah dan falsafah tasyri’ puasa tersebut adalah mengurangi makan
dan dan melemahkan kekuatan badan, sehingga dari sisi ini, puasa yang
dilakukan disiang hari dapat dilakukan pula dimalam hari. Puasa bukan
hanya sekedar untuk tidak makan dan minum, tapi harus bersama puasa
puasa telinga, mata, mulut, dan sebagian kabar mengatakan bahwa kulit
dan rambutpun harus berpuasa.
Niat dan Tujuan Pesalik dalam Puasa
Wahai para pesalik, untuk amal (puasa) ini tidak layak hanya dengan
berniat untuk menghilangkan/mencegah murka Ilahi, sebagaimana tidak
layak hanya dengan tujuan untuk mendapatkan pahala dan masuk kedalam
nikmat sorga sekalipun dengannya semua itu bisa didapat. Tapi haruslah
berniat bahwa dengan puasa akan mendekatkan diri kepada Allah swt,
mendekatkan diri dan ridha Allah swt. Dengan ini, maka akan dijauhkan
dari syifat syaithani dan mendekat pada sifat malaikatiyah.
Ketika ini sudah diketahui, dengan pemahaman pengetahuan agar menjauhi
semua tindakan dan perkataan yang menjauhkan diri saat(hadir dihadapan
Allah swt). Karena tindakan yang menjauhkan diri kepada Allah swt itu
bertentangan dengan keinginanNya dalam perjamuan di perhelatan ini maka,
janganlah bergembira disaat engkau datang, kedekatan dan kehadiran pada
dar al dhiyafah (tempat perjamuan) yang sebagai istana Mun’im (Allah
swt) karena semua rahasia dan apa yang ada di hati hamba-hambaNYA telah
diketahui oleh Nya. Jangan melupakan Allah swt karena Dia memperhatikan
kamu, jangan sekali-kali kita melakukan protes, sementara Dia ada
dihadapan kamu. Demi jiwaku aku besumpah, bahwa ini dalam hukum akal
merupakan perbuatan qabaih ‘adhimah (keburukan/cela yang agung), dimana
akal tidak akan ridha jika dengan sahabatnya berlaku demikian, (apakah
lagi dengan Tuhannya).
Tapi karena kita berada di tempat yang sempurna dan Fadhl Ilahi, maka
semua kealpaan ini tidak menjadikan kita terusir, karena Dia telah
mengampuni hambaNya sehingga tidak keluar dari lingkungan taklif. Tapi
juga hamba haruslah memahami kadar Tuan dan Sayyidnya untuk tidak
bertindak hanya sebanding halal dan haram, tapi haruslah sebanding
Ketuanan dan KeSayyidanNya, bertindak dengan ubudiyah padaNya atau lebih
rendah dari ini, yaitu tindakan orang yang hina dan dina.
Dengan kata lain, hamba haruslah berlaku sebagaimana yang dipesankan
oleh Imam Shadiq as. Beliau berkata: “Ketika engkau berpuasa hendaknya,
memandang bahwa dirimu diundang dan dekat dengan akherat [kematian].
Keadaanmu dalam keadaan tunduk, khusu’,rendah dan hina dalam keadaan
ketakutan dihadapan Tuhannya, bersihkan hatimu dari cela dan jaukan
bathinmu dari makar dan tipu muslihat serta semua bentuk perbuatan yang
keluar dari Ilahi.
Tetapkanlah dalam puasa untuk meletakkan kekuasaan hanya pada Allah swt
dengan ikhlas (mengetahui hanya Allah swt yang pantas disembah).
Berharaplah sepenuhnya pada Allah swt, hati dan badan hanya untuk Allah
swt. Pada hari-hari puasamu, jadikan hati untuk cinta dan zikir, badan
beramal untuk ridhaNya, hilangkah semua dari apa yang tidak diperlukan
dalam undangan (perjamuan) itu. Imam as menasehatkan juga (dimana kita
harus bersedia untuk melakukannya) bahwa kita harus menjaga agar semua
anggota badan jauh dari bahaya, penentangan dan larangan Allah swt,
terutama “lidah”, sehingga debat dan sumpahpun perlu dihindari.
Kemudian diakhir riwayatnya beliau bersabda:”Apabila kalian mengamalkan
pesanku tentang semua hal yang pantas bagi orang orang yang puasa, maka
(puasanya) telah benar, kalau tidak demikian, maka fadhilah dan
pahalanyapun akan kurang dari”.
Maka fikirkanlah apa yang telah dipesankan tentang kewajiban orang
puasa, kemudian berharaplah dengan nilainya, maka ketahuilah bahwa diri
diundang dan dekat dengan akherat, hati akan keluar dari lingkungan
duniawi dan tidak keluar dari kesiapan untuk lingkungan akherat. Bagitu
juga kalau hatinya hudhu’,dan besih dari semua hal yang bukan Ilahi.
Kalau saja hati dan badannya merendah hanya untuk Allah swt dan
menghindar dari semua hal yang bukan Ilahi, maka ruh,hati dan badan
serta semua wujudnya ada pada zikir Allah swt, mahabbah Allah swt,
tenggelam dalam ibadah Allah swt maka puasanya menjadi puasa orang-orang
“muqarribin” (orang orang yang dekat dengan Allah swt).
Begitulah Allah swt berfirman atas hak orang orang yang dekat
dengannNYA, untuk berpuasa yang demikian, sekalipun hanya satu hari
dalam umurnya”.
Tingkatan Puasa
Ada tiga macam tingkatan puasa yang dilakukan oleh umat manusia.
1. Puasa Awam: yaitu puasa yang hanya seekedar meninggalkan makan, minum
dan wanita. Sebagaimana apa yang dikatakan para fuqaha tentang
kewajiban dan muharamat yang ditentukan untuk puasa.
2. Puasa Khawash [Panca Indera]: yaitu selain dari pada apa yang harus
ditinggalkan tersebut, seorang yang berpuasa harus menjaga semua anggota
badannya dari pekerjaan yang dilarang Allah swt.
3. Puasa Khawash Al Khawash [Jiwa]: yaitu meninggalkan semua perkara
yang menghalangi manusia kembali kepada Allah swt dan beramal hanya
untuk Allah swt, baik halal maupun haram.
Pada tingkatan dua dan tiga ada banyak peringkat/bagiannya [gradasinya]
juga, terutama pada peringkat kedua, sebanyak tingkatan ashabul yamin
dari mukminin, dimana setiap personal memiliki batasan sendiri dan tidak
sama dengan sahabatnya. Setiap orang yang sampai pada(tingkatan)
tersebut maka mereka adalah orang yang amalnya dekat dengan orang yang
ada diatasnya.
Tingkatan Orang Berpuasa Berdasarkan Motivasi
Orang yang berpuasa terbagi menjadi kebeberapa bagian dilihat dari
motivasi dan niatnya berpuasa. Sebagian orang berpuasa dengan tujuan
benar yaitu tidak hendak melakukan hal yang membatalkan puasanya,tapi
bukan karena Allah swt, seperti takut kepada masyarakat atau berusaha
untuk mendapatkan keuntungan dirinya sendiri,atau karena adat kebiasaan
muslimin.
Sebagian yang lain berpuasa karena takut pada azab neraka dan mengharapkan pahala Allah swt.
Sebagian yang lain, hanya takut akan azab neraka dan mengharapkan pahala
dari Allah swt. Hanya sedikit yang hanya berharap pada pahala saja,
karena kebanyakan dari mereka motifasinya adalah untuk mencegah dari
azab dan mengharapkan pahala.
Sebagian lain, selain dari berniat untuk meninggalkan azab dan meraih
pahala, juga berkeinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dan
mendapatkan ridha daripadaNya.
Dan sebagian lain, dengan ikhlas hanya untuk mendekatkan diri dan ridha Allah swt.
Mereka yang mengharapkan peringkat ruhaniah mukhlishin, selalu berusaha
untuk Mahbub-nya, dia akan berusaha sepenuhnya untuk menambah setiap
usaha (riyadhah) bagi dirinya. Kalau saja ada dua perbuatan yang sama
fadhilahnya, maka dia akan memilih salah satu yang lebih berat untuk
jiwanya. Inilah hak dari semua yang menjadi muqarab, berbahgialah
mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh Amiril Mukminin as.
Hal yang penting dan harus dijaga sebelum memulai berbuka puasa atau
sahur setelah membaca Basmalah (bismillahir Rahman ir Rahim) adalah
membaca surat Al Qadr.
Tingkatan Puasa Para Pesalik dan Puasa Benar [makbul]
Perhatikanlah wahai orang yang berpuasa!. Apa yang dapat dipetik dari
akhbar; ghibah, bohong, memandang hal-hal yang diharamkan seperti
memandang bukan muhrim, didasari dengan kebencian dan kedhaliman
–sedikit ataupun banyak- akan membatalkan puasa, karena puasa bukan
hanya tidak makan dan minum saja. Karena orang yang (sebenarnya)
berpuasa harus juga berpuasa telinga, mata, lidah, faraj dan perutnya.
Kaki dan tangannyapun harus terjaga. Banyaklah diam,kecuali kata kata
untuk kebaikan. Bersahabatlah dan berbuat baiklah dengan pembantu dan
pelayanmu, karena puasa harus menjaga telinga dan mata dari semua hal
yang haram dan yang membawa keburukan.
Hindarilah memarahi dan menghardik pembantu dan pelayan, jauhilah.
Dapatkan nilai dari puasa. Karena hari itu adalah hari puasamu jangan
jadikan hari puasamu sama dengan hari ketika kamu tidak berpuasa. Rasul
saw bersabda: ”Apa yang paling mudah dijalankan oleh orang yang berpuasa
adalah dan Allah swt menjadikanNYA mudah bagi orang yang puasa adalah
tidak minum dan tidak makan”.
Puasa hakekatnya adalah memutuskan anggota badan dari perbuatan dosa,
tidak sekali-kali melihat pada hal-hal yang dilarang Allah swt. Kalau
berpuasa dengan dasar tersebut, maka hati akan terjaga untuk selalu
mengingat Allah swt, hanya berpuasa untuk Allah swt sajalah puasa itu
akan sempurna. Kalau seseorang mengetahui hakikat puasa, maka derajat
dan hikmat tasyri’ puasapun akan diketahuinya. Dengan sendirinya dia
akan menjauhi dan menghindari dari perbuatan haram sehingga puasanya
dapat diterima, kalau tidak, maka puasanya patut dipertanyakan. Makna
dari pada sudah terlaksananya kewajiban berpuasa, tidaklah berarti bahwa
nanti dihari kiamat dia sudah akan berbahagia dan puasanya telah
diterima.
Ukuran yang paling jelas untuk menimbang puasa diterima atau tidaknya
puasa dibulan puasa adalah sabda Rasulullah saw. Bagi orang yang berada
di bulan (puasa-Ramadhan) tapi dosanya tidak berkurang, sebagaimana
sabda Nabi:”Barang siapa telah meniggalkan bulan puasa (Ramadhan) tapi
dosanya tidak berkurang, Allah swt tidak akan mengampuninya”. Dengan
dasar ini pula beliau diutus Allah swt sebagai rahmat untuk seluruh
alam.
Petunjuk jelas untuk memperluas dan melipat gandakan rahmat,
pengampunanNya yang mencakup semuanya serta kasihNya dibulan ini.
Bukankah tidak kenikamatan lain lagi selain ini?!. Dia adalah Rahmatan
lil alamin. Muslimin tidak akan terkutuk betapapun besar dosanya